Selamat Jalan Pak Taufiq Kiemas
berita umum, breakingnews 09.58
IN NALILAHI WAINA ILAIHIROJIUN, Waktu adalah pembatas kehidupan yang sesungguhnya, dari alam yang fana menyebrang ke alam Baqa, bertemu dengan sang Khalik, pemilik jiwa manusia sepenuhnya.
Tepatnya hari Sabtu, 8 Juni 2013 pukul 19.01 waktu Singapura, atau pukul 18.01 waktu Indonesia, bangsa Indonesia kehilangan sosok flamboyan: seorang politisi, tokoh kebangsaan plus juga "arsitek politik" di tubuh PDIP, yang hari-hari ini masih butuh figur seperti dia.
H. Taufiq Kiemas telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dia dipanggil Tuhan (wafat) saat menjalani perawatan kesehatan di Rumah Sakit General Singapura.
Kabar meninggalnya Taufiq Kiemas cepat tersebar luas. Berbagai akun jejaring sosial menuliskan ucapan bela-sungkawa atas kematian Taufiq Kiemas yang semula sempat simpang-siur. Namun, setelah Pramono Anung, politikus senior PDI-P --orang pertama kali mengabarkan lewat media sosial---semuanya menjadi pasti. Pramono Anung dalam akunnya menulis "Telah meninggal dunia, Bapak Haji Taufiq Kiemas saat ini dan mohon diampuni seluruh kesalahan dan didoakan.”
Perjalanan karir
Ketokohan Taufiq Kiemas dipentas politik nasional tak ada yang meragukan. Dia seorang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan merintis karirnya sejak dibangku mahasiswa . Pria kelahiran Jakarta pada 31 Desember 1942 itu adalah aktivis tulen dari organisasi mahasiswa: GMNI.
Menurut Siswono Yudohusodo, rekannya di MPR, Kiemas merupakan tokoh yang sangat bersemangat dalam membahas soal kenegaraan. "Semangatnya tinggi sekali, apalagi menyangkut negara, bangsa, pancasila, dan NKRI," ujarnya seperti pernah di tulis Tempo.
Semangatnya ini pula, menurut dia, yang membawa Kiemas berkunjung ke Ende, Nusa Tenggara Timur bersama Wakil Presiden Boediono. Di Ende NTT, Taufiq Kiemas masih dalam rangka memperingati hari Kelahiran Pancasila. Padahal saat itu kondisi Kiemas kurang sehat. "Beliau ingin memuaskan masyarakat Ende sebagai menantu Bung Karno," imbuh Siswono.
Lahir dari pasangan orangtua asal pulau Sumatera, Tjik Agus Kiemas (Ayah) dan Hamzathoen Roesyda (Ibu), di Jakarta, 31 Desember 1942. Lantaran Ibunya berasal dari tanah Minang, dia didapuk sebuah gelar khas, yakni Datuk Basa Batuah. Gelar tersebut merupakan menggambarkan sebuah wakil (penghulu) dari darah ibunya di Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Karier politik terus mencorong. Tahun 1992, Taufik masuk senayan (DPR). Selama orde baru berkuasa, karier politiknya banyak dikebiri oleh pihak penguasa yang waktu itu dikuasai oleh pihak militer.
Mantan Wakil Ketua MPR Periode 2004-2009 AM Fatwa pernah merasakan rezim otoriter saat menjadi aktivis mahasiswa bersama Taufiq Kiemas.
"Saya dulu sempat satu barisan dengan beliau (Taufiq Kiemas), saya dari HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), beliau dari GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia)," kata AM Fatwa saat melayat ke kediaman Taufiq di Jalan Teuku Umar 27 A Menteng Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juni 2013 malam.
Taufiq sempat ditahan di Palembang sekitar tahun 1970, sedangkan dirinya di Cipinang.
Menikah
Dari hasil pernikahan Taufiq Kiemas dengan anak dari Presiden Soekarno, Megawati melahirkan seorang anak yang merupakan anak pertama bagi Taufiq Kiemas dan anak ketiga bagi Megawati yaitu Puan Maharani.
Taufiq Kiemas kenal Megawati sejak sama-sama aktivis di GMNI, dan bergabung di "Inti Pembina Jiwa Revolusi". Tahun 1973, tepatnya dibulan Maret dia menikahi Megawati di "Panti Perwira", Jakarta Pusat.
Sebagai politikus terkemuka, banyak penulis yang mengulas karier politiknya. Salah satu dari mereka adalah Derek Manangka yang menulis buku berjudul Jurus dan Manuver Politik Taufiq Keimas: Memang Lidah Tak Bertulang pada tahun 2009 lalu.
Pada 17 Desember 2011, Taufiq sempat menjalani operasi pergantian alat pemacu jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Lalu, pada 10 Maret 2013 lalu, dirinya diganjar gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Kebangsaan dan Bernegara oleh Universitas Trisakti, Jakarta.
Ulasan singkat hidupnya pun pernah ditulis dalam sebuah buku autobiografi yang berjudul Tanpa Rakyat, Pemimpin Tak Berarti Apa-apa: Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas, yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada 2002.
Ketua MPR, Taufiq Kiemas menjalani pengobatan di Rumah sakit Nasional di Singapura setelah merasakan kelelahan usai menjalani sejumlah tugas negara di NTT, kini suami Megawati tersebuit menghembuskan nafas terakhirnya di Singapura. Selamat Jalan Pak Taufiq (himawan, berbagai sumber)
Tepatnya hari Sabtu, 8 Juni 2013 pukul 19.01 waktu Singapura, atau pukul 18.01 waktu Indonesia, bangsa Indonesia kehilangan sosok flamboyan: seorang politisi, tokoh kebangsaan plus juga "arsitek politik" di tubuh PDIP, yang hari-hari ini masih butuh figur seperti dia.
H. Taufiq Kiemas telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dia dipanggil Tuhan (wafat) saat menjalani perawatan kesehatan di Rumah Sakit General Singapura.
Kabar meninggalnya Taufiq Kiemas cepat tersebar luas. Berbagai akun jejaring sosial menuliskan ucapan bela-sungkawa atas kematian Taufiq Kiemas yang semula sempat simpang-siur. Namun, setelah Pramono Anung, politikus senior PDI-P --orang pertama kali mengabarkan lewat media sosial---semuanya menjadi pasti. Pramono Anung dalam akunnya menulis "Telah meninggal dunia, Bapak Haji Taufiq Kiemas saat ini dan mohon diampuni seluruh kesalahan dan didoakan.”
Perjalanan karir
Ketokohan Taufiq Kiemas dipentas politik nasional tak ada yang meragukan. Dia seorang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan merintis karirnya sejak dibangku mahasiswa . Pria kelahiran Jakarta pada 31 Desember 1942 itu adalah aktivis tulen dari organisasi mahasiswa: GMNI.
Menurut Siswono Yudohusodo, rekannya di MPR, Kiemas merupakan tokoh yang sangat bersemangat dalam membahas soal kenegaraan. "Semangatnya tinggi sekali, apalagi menyangkut negara, bangsa, pancasila, dan NKRI," ujarnya seperti pernah di tulis Tempo.
Semangatnya ini pula, menurut dia, yang membawa Kiemas berkunjung ke Ende, Nusa Tenggara Timur bersama Wakil Presiden Boediono. Di Ende NTT, Taufiq Kiemas masih dalam rangka memperingati hari Kelahiran Pancasila. Padahal saat itu kondisi Kiemas kurang sehat. "Beliau ingin memuaskan masyarakat Ende sebagai menantu Bung Karno," imbuh Siswono.
Lahir dari pasangan orangtua asal pulau Sumatera, Tjik Agus Kiemas (Ayah) dan Hamzathoen Roesyda (Ibu), di Jakarta, 31 Desember 1942. Lantaran Ibunya berasal dari tanah Minang, dia didapuk sebuah gelar khas, yakni Datuk Basa Batuah. Gelar tersebut merupakan menggambarkan sebuah wakil (penghulu) dari darah ibunya di Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Karier politik terus mencorong. Tahun 1992, Taufik masuk senayan (DPR). Selama orde baru berkuasa, karier politiknya banyak dikebiri oleh pihak penguasa yang waktu itu dikuasai oleh pihak militer.
Mantan Wakil Ketua MPR Periode 2004-2009 AM Fatwa pernah merasakan rezim otoriter saat menjadi aktivis mahasiswa bersama Taufiq Kiemas.
"Saya dulu sempat satu barisan dengan beliau (Taufiq Kiemas), saya dari HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), beliau dari GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia)," kata AM Fatwa saat melayat ke kediaman Taufiq di Jalan Teuku Umar 27 A Menteng Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juni 2013 malam.
Taufiq sempat ditahan di Palembang sekitar tahun 1970, sedangkan dirinya di Cipinang.
Menikah
Dari hasil pernikahan Taufiq Kiemas dengan anak dari Presiden Soekarno, Megawati melahirkan seorang anak yang merupakan anak pertama bagi Taufiq Kiemas dan anak ketiga bagi Megawati yaitu Puan Maharani.
Taufiq Kiemas kenal Megawati sejak sama-sama aktivis di GMNI, dan bergabung di "Inti Pembina Jiwa Revolusi". Tahun 1973, tepatnya dibulan Maret dia menikahi Megawati di "Panti Perwira", Jakarta Pusat.
Sebagai politikus terkemuka, banyak penulis yang mengulas karier politiknya. Salah satu dari mereka adalah Derek Manangka yang menulis buku berjudul Jurus dan Manuver Politik Taufiq Keimas: Memang Lidah Tak Bertulang pada tahun 2009 lalu.
Pada 17 Desember 2011, Taufiq sempat menjalani operasi pergantian alat pemacu jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Lalu, pada 10 Maret 2013 lalu, dirinya diganjar gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Kebangsaan dan Bernegara oleh Universitas Trisakti, Jakarta.
Ulasan singkat hidupnya pun pernah ditulis dalam sebuah buku autobiografi yang berjudul Tanpa Rakyat, Pemimpin Tak Berarti Apa-apa: Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas, yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada 2002.
Ketua MPR, Taufiq Kiemas menjalani pengobatan di Rumah sakit Nasional di Singapura setelah merasakan kelelahan usai menjalani sejumlah tugas negara di NTT, kini suami Megawati tersebuit menghembuskan nafas terakhirnya di Singapura. Selamat Jalan Pak Taufiq (himawan, berbagai sumber)
Baca Juga :